Cinta Imam al-Ghazali untuk Lalat

Cinta Imam al-Ghazali untuk Lalat
Sabtu, 11/01/2014 07:01
Jika disebutkan nama Imam al-Ghazali maka gambaran yang muncul adalah sosok ulama abad pertengahan dengan reputasi
kealiman yang tak diragukan. Ia termasuk cendekiawan muslim yang komplet.
Wawasannya tak berhenti pada soal teks-teks agama yang rumit. Tokoh bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’I ini menguasai disiplin filsafat dan menaruh prioritas pada olah rohani sebagai
seorang sufi yang taat.
Para kritikus al-Ghazali bisa saja berseberangan dengan beberapa pikirannya. Namun, mereka tak dapat membantah
kepribadian hujjatul islam ini yang zuhud, wara’, serta amat tekun menjalankan ibadah.
Kesungguhannya dalam beribadah tampak pula pada beberapa karyanya yang sarat anjuran melaksanakan amalan-amalan
tertentu sebagai sarana penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan pengabdian tulus seorang hamba. Kitab tasawuf dasar, Bidayatul
Hidayah, yang dikarangnya pun mengungkapkan kenyataan ini.
Hanya saja, terselip kisah unik di balik totalitas Imam al-Ghazali dalam beragama pasca-kewafatannya. Syekh Nawawi
al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad menulis cerita seseorang yang berjumpa Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. “Bagaimana
Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.
Imam al-Ghazali mengisahkan bahwa di hadapan Allah ia ditanya tentang bekal apa yang ia serahkan untuk-Nya. Al-Ghazali
pun menimpali dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia.
“Aku (Allah) menolak itu semua!” ternyata Allah menampik berbagai amalan Imam al-Ghazali kecuali satu kebaikannya
ketika bertemu dengan seekor lalat.
Saat itu Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab hingga seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini haus dan
tinta di depan mata menjadi sasaran minumnya. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi
kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.
“Masuklah bersama hamba-Ku ke sorga,” kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.
Hikayat ini mengandung pesan tentang betapa dahsyatnya pengaruh hati yang bersih dari egoisme, semata untuk kepentingan
diri sendiri. Kasih sayang Imam al-Ghazali yang luas, bahkan kepada seekor lalat pun, membawa tokoh dengan jutaan
pengikut ini pada kemuliaan
Peristiwa ini secara samar menampar sebagian kalangan yang kerap membanggakan capaian-capaian keberagamaannya.
Karena ternyata penilaian ibadah manusia sepenuhnya milik-Nya, bukan milik manusia. Tak ada ruang bagi manusia
menghakimi kualitas diri sendiri ataupun orang lain. Segenap prestasi ibadah dan kebenaran agama yang disombongkan bisa
jadi justru berbuah kenistaan.
Imam al-Ghazali sesungguhnya hanya mempraktikkan apa yang diteladankan dan diperintahkan Nabi, “Irhamu man fil ardli
yarhamkum man fis sama’. Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu.”
(Mahbib)

Tinggalkan komentar